NAMA : YULIANA
NPM : 21209827
KELAS : 4EB13
Pengertian Etika
Etika
berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep
individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap
sesuatu yang telah dilakukan. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan,
sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Menurut
para ahli, etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Arti dari bentuk jamak
inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles
dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul
kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata
maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak
semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat
kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata
‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus
Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti
sebagai “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata
‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai 3 arti. Pertama, ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Kedua, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Ketiga,
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua
kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya
terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa
Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca
sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus”
maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’
dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’
dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat
bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih
dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3
lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi 3
bagian. Pertama, nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya,
jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika
Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika
sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini
bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial. Kedua,
kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini
adalah kode etik. Contohnya Kode Etik Jurnalistik. Ketiga, ilmu tentang yang
baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu bila
kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap
baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering
kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan
metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Prinsip-prinsip etika
Dalam peradaban sejarah manusia
sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan
berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir
itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great
ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam
prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan,
keadilan, kebebasan, dan kebenaran.
Pertama adalah prinsip keindahan,
prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang
terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai
keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya
dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih
bersemangat untuk bekerja.
Kedua adalah prinsip persamaan,
setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama,
sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan,
persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini
melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
Ketiga adalah prinsip kebaikan, prinsip
ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan
nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu
orang lain, dan sebagainya. Manusia padahakikatnya selalu ingin berbuat baik,
karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
Keempat adalah prinsip keadilan,
pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada
setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini
mendasari seseorang untukbertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil
sesuatu yang menjadi hak orang lain.
Kelima
adalah prinsip kebebasan, Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan
individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri.
Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusiamempunyai hak
untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak
merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan
harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan
yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini
diartikan sebagai kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan,
kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan pilihannya tersebut dan
kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Keenam adalah prinsip kebenaran,
kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil
pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan
agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap
kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat
dibuktikan.
Basis Teori Etika
Basis teori etika
dibagi menjadi 4 macam, yaitu Etika Teleologi, Deontologi, Teori Hak dan Teori
Keutamaan. Basis teori etika yang pertama yaitu Etika Teleologi. Teologi berasal dari kata Yunani,
telos sama dengan
tujuan, berarti mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan
akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Adapun dua aliran etika teleology
yaitu Egoisme Etis dan Utilitarianisme. Egoisme etis, inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya
tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia
cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan
pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar. Utilitarianisme,
berasal dari bahasa latin utilis yang berarti
“bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan
masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme,
kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest
happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang
terbesar. Utilitarianisme , teori ini cocok sekali dengan pemikiran ekonomis,
karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis. Manfaat yang dimaksudkan
utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita menghitung untung dan rugi atau
kredit dan debet dalam konteks bisnis. Utilitarianisme dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism) dan
Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism). Prinsip dasar utilitarianisme
(manfaat terbesar bagi jumlah orang terbesar) diterpakan pada perbuatan.
Utilitarianisme aturan membatasi diri pada justifikasi aturan-aturan moral.
Basis teori etika yang
kedua yaitu Deontologi. Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’,
deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita
dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi dasar baik buruknya
perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks
agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting. Ada tiga
prinsip yg harus dipenuhi, yaitu supaya tindakan punya nilai moral, tindakan
ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban, nilai moral dari tindakan ini tidak
tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada
kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti
kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik dan sebagai
konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal. Bagi
Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sbg perintah tak bersyarat (imperatif
kategoris), yg berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala
situasi dan tempat. Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yg
dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan
akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna
bagi orang tsb atau tidak.
Basis teori etika yang
ketiga yaitu Teori Hak. Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak
merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan
kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena
itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Basis teori etika yang
keempat yaitu Teori Keutamaan (Virtue). Teori
ini memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu
perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Sedangkan
Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh
seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara
moral. Contoh dari keutamaan adalah kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja
keras, serta hidup yang baik. Keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan
bisa disebut sebagai kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan.
Keempat keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain dan kadang-kadang malah ada
tumpang tindih di antaranya. Fairness
mempunyai arti kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan
dengan wajar dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat
dalam suatu transaksi. Keutamaan-keutamaan yang dimilliki manajer dan karyawan
sejauh mereka mewakili perusahaan, adalah keramahan, loyalitas, kehormatan
dan rasa malu. Keramahan
merupakan inti kehidupan bisnis, keramahan itu hakiki untuk setiap
hubungan antar manusia, hubungan bisnis tidak terkecuali. Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak
bekerja semata-mata untuk mendapat gaji, tetapi mempunyai juga komitmen yang
tulus dengan perusahaan. Kehormatan adalah
keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap suka dan duka serta
sukses dan kegagalan perusahaan. Rasa
malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.
Egoism
Egoisme merupakan motivasi untuk
mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri
sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak
peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang
dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan
dari egoisme adalah altruisme. Hal ini
berkaitan erat dengan narsisme, atau
"mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara
atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar.
Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada
saat penolakan orang lain. Sombong
adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak
untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak
daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan
memanfaatkan altruisme, irasionalitas
dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau
kecerdikan untuk menipu. Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk
mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa
nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk
"egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat
individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.
Egoisme etis dapat didefinisikan sebagai teori etika yang menyatakan
bahwa tolok ukur satu-satunya mengenai baik-buruk suatu perilaku seseorang
adalah kewajiban untuk mengusahakan kebahagiaan dan kepentingannya di atas
kebahagiaan dan kepentingan orang lain. Jadi, egoisme etis adalah suatu teori
umum tentang apa yang harus kita lakukan, yaitu apa yang bertujuan untuk
memajukan kepentingan pribadi kita masing-masing.
Egoisme etis cenderung
menjadi hedonistis, karena menekankan kepengintan dan kebahagiaan pribadi
berdasarkan hal yang menyenangkan dan mengenakkan. Seiap perilaku yang
mengenakkan (mendatangkan kenikmatan) bagi diri sendiri selalu dinilai sebagai
perilaku yang baik dan pantas dilakukan. Sebaliknya, perilaku yang tidak
mendatangkan kenikmatan bagi diri pribadi harus dihindari. Menurut egoisme-etis
manusia seharusnya bertindak sedemikian rupa untuk mengusahakan kepentingan
pribadinya tercapai dan menghidari sebaliknya. Egoisme-psikologis adalah pandangan yang
menyatakan bahwa semua orang selalu dimotivasi oleh perilaku, demi kepentingan
dirinya belaka. Egoisme ini disebut psikologis karena terutama mau
mengungkapkan, bahwa motivasi satu-satunya dari manusia dalam melakukan
perilaku apa saja adalah untuk mengejar kepentingannya sendiri.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar