NPM : 21209827
KELAS : 4EB13Kode Perilaku Profesional
Garis besar kode
etik dan perilaku professional ada 8 bagian. Pertama, kontribusi untuk
masyarakat dan kesejahteraan manusia. Dimana, prinsip mengenai kualitas hidup
semua orang menegaskan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dan
menghormati keragaman semua budaya. Sebuah tujuan utama profesional komputasi
adalah untuk meminimalkan konsekuensi negatif dari sistem komputasi, termasuk
ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan. Kedua,
hindari
menyakiti orang lain. Dimana, “Harm” berarti konsekuensi cedera, seperti
hilangnya informasi yang tidak diinginkan, kehilangan harta benda, kerusakan
harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan. Ketiga, bersikap
jujur dan dapat dipercaya. Dimana, kejujuran merupakan komponen penting dari
kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu organisasi tidak dapat berfungsi secara
efektif. Keempat, bersikap adil dan tidak mendiskriminasi. Dimana, nilai-nilai
kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip keadilan
yang sama dalam mengatur perintah. Kelima, hak milik yang temasuk hak cipta dan
hak paten. Dimana, pelanggaran hak cipta, hak paten, rahasia dagang dan
syarat-syarat perjanjian lisensi dilarang oleh hukum di setiap keadaan. Keenam,
menberikan kredit yang pantas untuk property intelektual. Dimana, komputasi
profesional diwajibkan untuk melindungi integritas dari kekayaan intelektual. Ketujuh,
menghormati privasi orang lain. Dimana, komputasi dan teknologi komunikasi
memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi pada skala yang belum
pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban. Kedelapan, kepercayaan. Dimana,
prinsip kejujuran meluas ke masalah kerahasiaan informasi setiap kali salah
satu telah membuat janji eksplisit untuk menghormati kerahasiaan atau, secara
implisit, saat informasi pribadi tidak secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan
tugas seseorang.
Prinsip-prinsip Etika : IFAC,
AICPA,IAI
Prinsip-prinsip
Fundamental Etika IFAC ada 5 bagian. Pertama, integritas. Dimana, seorang
akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalamsemua hubungan bisnis
dan profesionalnya. Kedua, objektivitas. Dimana, seorang akuntan profesional
seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau
dibawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan
profesional. Ketiga, kompetensi profesional dan kehati-hatian. Dimana, seorang
akuntan professional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan
keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk
menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang
didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan
profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar
profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar professional
dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional. Keempat, kerahasiaan.
Dimana, seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaan informasi yang
diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak
boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar
dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional
untuk mengungkapkannya. Kelima, perilaku profesional. Dimana, seorang akuntan
profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan
harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Prinsip-prinsip
Etika Profesi, dimana prinsip-prinsip ini dalam kode etik AICPA dibagi menjadi 6
prinsip. Pertama, tanggung Jawab. Dimana, dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai professional para auditor haruslah menjadi profesional yang peka dan
memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas mereka. Kedua, kepentingan publik.
Dimana, para auditor haruslah dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepercayaan
publik, serta menunjuukkan komitmennya pada profesionalisme. Ketiga, integritas.
Dimana, para auditor haruslah menunjukkan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat
integritas tertinggi. Keempat, obyektivitas dan independensi. Dimana, dalam
melakukan audit seorang auditor haruslah mempertahankan obyektivitasnya dan
independensinya baik dalam penampilan maupun dalam kondisi sesungguhnya. Kelima,
due care. Dimana, auditor haruslah memperhatikan standar teknik dan etiika
profesi, berusaha meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa yang diberikannya
serta melaksanakan tanggung jawab profesinya sesuai dengan kemampuan
terbaiknya. Keenam, lingkup dan sifat jasa. Dimana, auditor haruslah
memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan lingkup
dan sifat-sifat jasa yang akan disediakannya.
Aturan etika IAI-KASP memuat 7
prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan 4 panduan umum lainnya
berkenaan dengan perilaku etis tersebut. Ketujuh prinsip
dasar IAI tersebut adalah integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian,
kerahasiaan, prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi tertentu, ketepatan
bertindak, standar teknis dan professional. Pertama, integritas. Dimana, integritas
berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung
tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa
kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan
berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika
memunculkan keunggulan personal ketika memberikan layanan profesional kepada
instansi tempat auditor bekerja dan kepada auditannya. Kedua,
obyektivitas. Dimana, auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak
memihak sehingga independensi profesinya dapat dipertahankan. Dalam
mengambil keputusan atau tindakan, ia tidak boleh
bertindak atas dasar prasangka atau bias,
pertentangan kepentingan, atau pengaruh dari
pihak lain. Obyektivitas ini dipraktikkan ketika
auditor mengambil keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor
yang obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan berdasarkan seluruh
bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat
atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain. Ketiga, kompetensi
dan kehati-hatian. Dimana, agar dapat memberikan layanan audit yang
berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan
ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian
profesinya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
instansi tempat ia bekerja atau auditan dapat
menerima manfaat dari layanan profesinya
berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan, danteknik-teknik yang terbaru.
Berdasarkan prinsip dasar ini, auditor hanya dapat
melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang
diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli yang kompeten
untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan. Keempat, kerahasiaan.
Dimana, auditor harus mampu menjaga kerahasiaan
atas informasi yang diperolehnya dalam melakukan audit,
walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus
dilakukan secara terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik
auditan, untuk itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus apabila akan mengungkapkannya,
kecuali adanya kewajiban pengungkapan karena peraturan
perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan
ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya. Dalam prinsip kerahasiaan
ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan informasi yang dimilikinya
untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh
keuntungan finansial. Kelima, prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam
situasi-situasi seperti pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang
berwenang, seperti auditan dan instansi tempat ia bekerja.
Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan kepentingan
seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga
termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena dampak dari
pengungkapan informasi ini. Keenam, ketepatan bertindak. Dimana, auditor
harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan
reputasi profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri
dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai
auditor profesional. Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui
kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain
melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi masyarakat, profesi,
lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi
lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut. Ketujuh,
standar teknis dan professional. Dimana, auditor harus melakukan
audit sesuai dengan standar audit yang berlaku,
yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia.
Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka
tetapkan dan berlaku bagi para auditornya, termasuk
aturan perilaku yang ditetapkan oleh instansi tempat ia bekerja.
Dalam hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan
aturan profesi dengan standar audit dan aturan instansi, maka permasalahannya
dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan
tersebut.
Aturan dan Interpretasi Etika
Interpretasi
Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk
oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat
ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai
dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya. Kepatuhan
terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka,
tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di
samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh
sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme
pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap
anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan
standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien
atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar