Rabu, 31 Oktober 2012

ETIKA DALAM AUDITING (TUGAS WAJIB)

NAMA   : YULIANA
NPM     : 21209827
KELAS   : 4EB13


Kepercayaan Publik

Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. Kepercayaan masyarakat umum  sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka.

Tanggung Jawab Auditor kepada Publik
Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. 

Justice Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya. Akuntan publik yang independen memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh terhadap para kreditur dan pemegang saham saja, akan tetapi berfungsi sebagai ”a public watchdog function”. Dalam menjalankan fungsi tersebut seorang akuntan harus mempertahankan independensinya secara keseluruhan di setiap waktu dan memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik. Hal ini membuat konflik kepentingan antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas auditor.
Hal serupa juga diungkapan oleh Baker dan Hayes, bahwa seorang akuntan publik diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan cara yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara akuntan publik dan klien.Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.

Tanggung Jawab Dasar Auditor
The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) mengenai tanggung jawab auditor menjadi 5 bagian. Pertama, Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Dimana, auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya. Kedua, Sistem Akuntansi. Dimana, auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan. Ketiga, Bukti Audit. Dimana, auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
 
Keempat, Pengendalian Intern. Dimana, bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test. Kelima, Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Dimana, auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
 
Di dalam kode etik profesional AKDA, ada 3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh auditor kepada publik. Pertama, auditor harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif. Kedua, auditor harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya. Ketiga, auditor harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab mereka kepada publik.

Independensi Auditor
Independensi dalam arti sempit adalah bebas, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam menyatakan hasil pendapatnya. Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktek akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya. Independensi merupakan dasar dari profesi auditing. Hal itu berarti auditor akan bersifat netral terhadap entitas, dan oleh karena itu akan bersifat objektif. Publik dapat mempercayai fungsi auditkarena auditor bersikap tidak memihak serta mengakui adanya kewajiban untuk bersiikap adil. Entitas adalah klien auditor, namun CPA memiliki tanggung jawab yang lebih besar kepada para penggunalaporan auditor yang jelas telah diketahui. Auditor tidak boleh memposisikan diri atau pertimbangannyadi bawah kelompok apapun dan siapapun. Independensi, integritas dan objektivitas auditor mendorongpihak ketiga untuk menggunakan laporan keuangan yang tercakup dalam laporan auditor dengan rasa yakin dan percaya sepenuhnya.
Peraturan Pasar Modal dan Regulator mengenai Independensi Akuntan Publik
Pada tanggal 28 Pebruari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) telah menerbitkan peraturan yang mengatur mengenai independensi akuntan yang memberikan jasa di pasar modal, yaitu dengan berdasarkan Peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang Independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa di Pasar Modal. Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal 28 Pebruari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan penyempurnaan atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa profesional sesuai bidang tugasnya.
Ada beberapa ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal. Ketentuan tersebut memuat hal-hal sebagai berikut yaitu Jangka waktu Periode Penugasan Profesional. Pertama, Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu. Kedua, Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.
Sumber :

Rabu, 24 Oktober 2012

KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI (TUGAS WAJIB)

NAMA   : YULIANA
NPM     : 21209827
KELAS   : 4EB13


Kode Perilaku Profesional

Garis besar kode etik dan perilaku professional ada 8 bagian. Pertama, kontribusi untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia. Dimana, prinsip mengenai kualitas hidup semua orang menegaskan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dan menghormati keragaman semua budaya. Sebuah tujuan utama profesional komputasi adalah untuk meminimalkan konsekuensi negatif dari sistem komputasi, termasuk ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan. Kedua, hindari menyakiti orang lain. Dimana, “Harm” berarti konsekuensi cedera, seperti hilangnya informasi yang tidak diinginkan, kehilangan harta benda, kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan. Ketiga, bersikap jujur dan dapat dipercaya. Dimana, kejujuran merupakan komponen penting dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu organisasi tidak dapat berfungsi secara efektif. Keempat, bersikap adil dan tidak mendiskriminasi. Dimana, nilai-nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam mengatur perintah. Kelima, hak milik yang temasuk hak cipta dan hak paten. Dimana, pelanggaran hak cipta, hak paten, rahasia dagang dan syarat-syarat perjanjian lisensi dilarang oleh hukum di setiap keadaan. Keenam, menberikan kredit yang pantas untuk property intelektual. Dimana, komputasi profesional diwajibkan untuk melindungi integritas dari kekayaan intelektual. Ketujuh, menghormati privasi orang lain. Dimana, komputasi dan teknologi komunikasi memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban. Kedelapan, kepercayaan. Dimana, prinsip kejujuran meluas ke masalah kerahasiaan informasi setiap kali salah satu telah membuat janji eksplisit untuk menghormati kerahasiaan atau, secara implisit, saat informasi pribadi tidak secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas seseorang.
 
Prinsip-prinsip Etika : IFAC, AICPA,IAI
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC ada 5 bagian. Pertama, integritas. Dimana, seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalamsemua hubungan bisnis dan profesionalnya. Kedua, objektivitas. Dimana, seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional. Ketiga, kompetensi profesional dan kehati-hatian. Dimana, seorang akuntan professional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar professional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional. Keempat, kerahasiaan. Dimana, seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya. Kelima, perilaku profesional. Dimana, seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Prinsip-prinsip Etika Profesi, dimana prinsip-prinsip ini dalam kode etik AICPA dibagi menjadi 6 prinsip. Pertama, tanggung Jawab. Dimana, dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional para auditor haruslah menjadi profesional yang peka dan memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas mereka. Kedua, kepentingan publik. Dimana, para auditor haruslah dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepercayaan publik, serta menunjuukkan komitmennya pada profesionalisme. Ketiga, integritas. Dimana, para auditor haruslah menunjukkan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat integritas tertinggi. Keempat, obyektivitas dan independensi. Dimana, dalam melakukan audit seorang auditor haruslah mempertahankan obyektivitasnya dan independensinya baik dalam penampilan maupun dalam kondisi sesungguhnya. Kelima, due care. Dimana, auditor haruslah memperhatikan standar teknik dan etiika profesi, berusaha meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa yang diberikannya serta melaksanakan tanggung jawab profesinya sesuai dengan kemampuan terbaiknya. Keenam, lingkup dan sifat jasa. Dimana, auditor haruslah memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan sifat-sifat jasa yang akan disediakannya. 


Aturan etika IAI-KASP memuat 7 prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan 4 panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut.  Ketujuh  prinsip  dasar  IAI tersebut adalah integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian, kerahasiaan, prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi tertentu, ketepatan bertindak, standar teknis dan professional. Pertama, integritas. Dimana, integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung  tinggi  kebenaran  dan  kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat  dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang  sebenarnya. Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika memberikan layanan profesional kepada  instansi tempat  auditor bekerja  dan  kepada auditannya. Kedua, obyektivitas. Dimana, auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi  profesinya dapat  dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau  tindakan,  ia tidak   boleh  bertindak  atas  dasar  prasangka  atau bias, pertentangan  kepentingan,  atau pengaruh  dari  pihak  lain.  Obyektivitas  ini dipraktikkan ketika auditor mengambil  keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang  mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain. Ketiga, kompetensi dan kehati-hatian. Dimana, agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang diperlukan  untuk  memastikan bahwa  instansi  tempat  ia  bekerja  atau auditan dapat menerima manfaat   dari   layanan  profesinya   berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan, danteknik-teknik yang terbaru. Berdasarkan prinsip  dasar  ini,  auditor  hanya dapat  melakukan  suatu  audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga  ahli yang  kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan. Keempat, kerahasiaan. Dimana, auditor  harus  mampu  menjaga  kerahasiaan  atas  informasi  yang diperolehnya dalam melakukan  audit,  walaupun  keseluruhan  proses  audit mungkin harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan, untuk itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus apabila akan mengungkapkannya, kecuali adanya kewajiban pengungkapan karena  peraturan perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan  ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya. Dalam prinsip kerahasiaan  ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan  informasi  yang dimilikinya  untuk  kepentingan  pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial. Kelima, prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi seperti pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang  berwenang, seperti auditan dan instansi tempat  ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin  terkena dampak dari pengungkapan informasi ini. Keenam, ketepatan bertindak. Dimana, auditor harus  dapat  bertindak  konsisten  dalam mempertahankan reputasi profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor profesional. Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi masyarakat, profesi,  lembaga profesi,  instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut. Ketujuh, standar teknis dan professional. Dimana, auditor  harus  melakukan  audit sesuai  dengan  standar  audit  yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka tetapkan dan  berlaku  bagi para auditornya,  termasuk  aturan perilaku  yang ditetapkan  oleh instansi tempat ia bekerja. Dalam hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan profesi dengan standar audit dan aturan instansi, maka permasalahannya dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.

Aturan dan Interpretasi Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya. Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber :
http://enomutzz.wordpress.com/category/softskill-etika-profesi-akuntansi/

Minggu, 21 Oktober 2012

TUGAS TAMBAHAN 5

NAMA   : YULIANA
NPM     : 21209827
KELAS   : 4EB13


KASUS PT GREAT RIVER INTERNATIONAL Tbk


1.    Identifikasikan pelanggaran apa saja yang terjadi dalam artikel diatas!

Jawab:
Ada beberapa pelanggaran yang terjadi dalam Kasus PT Great River International Tbk, yiatu:
a) Pelanggaran yang dilakukan oleh Justinus Aditya Sidharta terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT Great River International Tbk tahun 2003.
b)   Adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk.
c) Alasan dugaan overstatement karena pencatatan untuk akun penjualan menggunakan metode yang berbeda dari ketentuan yang ada. Dengan metode ini, perusahaan menyertakan dana bahan baku yang dikeluarkan oleh pemesan sebagai bagian dari pendapatan. Perusahaan menerima order pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pemesan. Jadi, Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi pada saat pesanan dikirim ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesoris, ongkos kerja, dan laba perusahaan.
d) Terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan penyajian akun penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan asset tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian.

2.    Menurut anda, apakah ada hubungannya antara kesalahan pencatatan atas laporan keuangan dengan kesulitan perusahaan dalam membayar utangnya?

Jawab:
Menurut saya, tidak ada hubungan antara kesalahan pencatatan atas laporan keuangan dengan kesulitan perusahaan dalam membayar utangnya. Karena pada kasus ini, Justinus menyatakan metode pencatatan seperti PT Great River International Tbk ini bertujuan untuk menghindari dumping dan sanksi perpajakan. Sebab katanya, saldo laba bersih tidak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga, hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan sehingga diinterpretasikan sebagai penyembunyian informasi secara sengaja.

Sabtu, 13 Oktober 2012

TUGAS TAMBAHAN MINGGU 4 (ETIKA PROFESI AKUNTANSI)

NAMA   : YULIANA
NPM     : 21209827
KELAS   : 4EB13


Kasus Enron

Enron adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Perusahaan ini didirikan pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah konsorsium dari Northern American Power and Light Company, Lone Star Gas Company, dan United Lights and Railways Corporation. Kepemilikan konsorsium ini secara bertahap dibubarkan antara 1941 hingga 1947 melalui penawaran saham kepada publik. Pada 1979, Northern Natural Gas mengorganisir dirinya sebagai perusahaan induk, Internorth, yang menggantikan Northern Natural Gas di New York Stock Exchange. Enron sebelum tahun 2001 mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, serta komunikasi (wikipedia.co.id).
Pada 2 Desember 2001, Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11 akibat kebangkrutan yang melanda perusahaan tersebut. Kebangkrutan ini disebabkan kegagalan pada proses bisnis dan manajemen (Eiteman, dkk, 2007). Juga akibat adanya penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif (wikipedia.co.id).
Jeffrey Skilling menjelaskan kebangkrutan Enron disebabkan terganggunya proses bisnis akibat credit rating perusahaan menurun pada November 2001. Hal ini dikarenakan sebagai perusahaan trading, membutuhkan rating nilai investasi untuk melakukan perdagangan dengan perusahaan lain. Tidak ada nilai yang baik, maka tidak akan ada perdagangan (Eiteman, dkk, 2007).
Terjadinya penurunan nilai rating investasi perusahaan disebabkan hutangnya yang terlalu besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian diklasifikasikan ulang sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya sebesar $13 juta tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan karena terdapat banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak tercatat dalam neraca yang memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi ketidakcocokan saat dilakukan konsolidasi ulang yang kemudian menyebabkan nilai ekuitas perusahaan jatuh (Eiteman, dkk, 2007).
Pada kasus Enron ini, lembaga-lembaga eksternal juga ikut bertanggung jawab terjadinya kasus tersebut. Diantaranya;
1.    Auditor.
Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) adalah kantor akuntan Enron. Tugas dari Andersen adalah melakukan pemeriksaan dan memberikan kesaksian apakah laporan keuangan Enron memenuhi GAAP (generally accepted accounting practices). Andersen, disewa dan dibayar oleh Enron. Andersen juga menyediakan konsultasi untuk Enron, dimana hal ini melebihi wewenang dari akuntan publik umumnya. Selain itu Andersen mengalami konflik kepentingan akibat pembayaran yang begitu besar dari Enron, $5 juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi.
2.    Konsultan hukum.
Konsultan hukum Enron, khususnya Vinson & Elkins juga disewa oleh Enron. Konsultan hukum ini bertanggungjawab untuk menyediakan opini hukum atas strategi, struktur, dan legalitas umum atas semua yang dilakukan oleh Enron. Sama dengan Andersen, saat ditanyakan mengapa tidak ikut menghalangi ide dan aktivitas ilegal Enron, konsultan hukum ini menjelaskan bahwa Enron tidak memberikan informasi yang lengkap, khususnya tentang kepemilikan di SPEs.
3.    Regulator.
Enron sebagai perusahaan yang melakukan perdagangan di pasar energi diawasi oleh Federal Energy Regulatory Commission (FERC), akan tetapi FERC tidak melakukan pengawasan secara mendalam. Hal ini dikarenakan Enron melakukan aktivitasnya dalam perdagangan listrik tidak di satu negara, yaitu antar negara.
4.    Pasar ekuitas.
Sebagai perusahaan publik, Enron diharuskan mengikuti peraturan dari SEC. Akan tetapi dalam pengawasannya SEC, tidak melakukan investigasi secara mendalam atau melakukan konfirmasi ulang terhadap Enron. SEC hanya mengandalkan pada testimoni yang dibuat oleh lembaga lain seperti auditor perusahaan (Arthur Andersen). Sedangkan NYSE mengharuskan Enron memenuhi peraturan perdagangan di NYSE. Berbeda dengan SEC, NYSE tidak hanya melakukan verifikasi firsthand.
5.    Pasar hutang.
Enron, seperti perusahaan lainnya menginginkan dan membutuhkan sebuah nilai rating. Sehingga Enron membayar Standard & Poors serta Moody’s untuk memberikan nilai rating. Rating ini dibutuhkan untuk sekuritas hutang perusahaan yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar. Yang menjadi masalah, perusahaan rating tersebut hanya melakukan analisis sebatas pada data yang diberikan kepada mereka oleh Enron, operasional dan aktivitas keuangan Enron. Terjadi perdebatan apakah perusahaan rating harus memeriksa total hutang perusahaan atau tidak. Khususnya yang berkaitan dengan SPEs. 
Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan menyebabkan timbulnya masalah manajemen keuangan yang mendasar pada Enron. Pertumbuhan perusahaan membutuhkan adanya modal eksternal. Tambahan modal dapat diperoleh dari hutang baru dan ekuitas baru. Ken Lay dan Jeff Skilling, enggan untuk menerbitkan jumlah besar dari ekuitas baru. Karena akan mendilusi laba dan jumlah saham yang dipegang oleh pemegang saham. Pilihan menggunakan utang juga terbatas, dengan tingkat utang yang tinggi menyebabkan rating Enron hanya sebesar BBB, tingkat rating yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman, dkk, 2007).

Andrew Fastow bersama dengan asistennya membuat SPEs, alat yang digunakan dalam jasa keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting, pertama; menjual aset-aset yang bermasalah ke rekanan. Enron menghilangkan aset tersebut dari neraca, mengurangi tekanan akibat utang dan menyembunyikan kinerja buruk investasi. Hal ini dapat mendatangkan dana tambahan untuk membiayai kesempatan investasi baru. Kedua; memperoleh pendapatan untuk memenuhi laba yang disyaratkan oleh Wall Street.

SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam bentuk saham tresuri, (2) ekuitas dalam bentuk minimum 3% dari aset yang berasal dari pihak ketiga yang tidak berhubungan, (3) jumlah yang besar dari utang bank. Modal ini berada pada sisi kanan neraca SPEs, akan tetapi pada sisi kiri modal digunakan untuk membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan harga saham SPEs berkaitan dengan harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham Enron ter-apresiasi. Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham Enron ter-depresiasi (Eiteman, dkk, 2007).

Menurunnya harga saham Enron hingga $47 per lembar saham pada bulan Juli 2001, menyebabkan investor curiga. Hal ini menyebabkan Sherron Watkins, wakil presiden Enron mencoba memperingatkan Kenneth Lay dengan membawa 6 lembar surat yang menjelaskan proses akuntan yang tidak wajar sehubungan dengan SPEs dan memperingatkan akan kecurangan proses akuntan. Akan tetapi peringatan Sherron Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay, sehingga terjadilah tsunami di Enron. Harga sahamnya jatuh hingga tersisa $1 per lembar saham yang menyebabkan Enron bangkrut (Velasquez, 2006). Pada Bulan Februari 2002, Sherron Watkins dipanggil oleh DPR untuk menjelaskan skandal Enron, tentang aktivitas akuntansi perusahaan. Kemudian Sherron Watkins menjelaskan semua permasalahan tersebut, dan menyebabkan dirinya dijuluki sebagai courageous whistleblower (Velasquez, 2006).

Analisisnya, pada kasus ini dapat kita lihat bahwa Enron mengadopsi model SWM (Shareholder Wealth Maximization), dengan asumsi bahwa pasar efisien. Ini mengandung makna, harga saham selalu tepat memproyeksikan harapan akan return dan risiko yang dipersepsikan oleh investor. Model SWM ini fokus pada maksimalisasi nilai jangka panjang, bukan hanya jangka pendek. Sedangkan Enron lebih berfokus pada tujuan jangka pendek untuk memenuhi komitmen dengan Wall Street. Fokus jangka pendek oleh manajemen dan investor ini disebut dengan impatient capitalism.
Sumber :

Tanggapan mengenai kasus tersebut :
Menurut saya, dari kasus tersebut bisa disimpulkan bahwa Enron dan KAP Arthur Andersen bersalah karena Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam menjalankan tugasnya. Pihak manajemen Enron telah melakukan berbagai macam pelanggaran praktik bisnis yang sehat seperti memanipulasi laporan keuagan dengan mencatat keuntungan padahal perusahaan mengalami kerugian, melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron, dan sebagainya. Awalnya pelanggaran tersebut mendatangkan keuntungan bagi Enron, akan tetapi akhirnya kecurangan tersebut berakibat menjatuhkan kredibilitas bahkan juga menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen. Selain itu, terlihat dalam kasus ini, KAP yang seharusnya bisa bersikap independen tidak dilakukan oleh KAP Arthur Andersen. Karena perbuatan mereka inilah, kedua-duanya menuai suatu kehancuran yang tragis dimana Enron bangkrut dengan meninggalkan hutang milyaran dolar sedangkan KAP Arthur Andersen sendiri kehilangan keindepensendiannya dan kepercayaan dari masyarakat terhadap KAP tersebut. KAP Arthur Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjunjung tinggi independensi dan profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat. Tidak hanya itu, kasus ini juga berdampak pada karyawan yang bekerja di KAP Arthur Andersen dimana mereka menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan akibat kasus ini.