NPM : 21209827
KELAS : 4EB13V. Translasi Mata Uang Asing
1. Membedakan translasi dan konversi antar mata uang asing
Translasi tidak sama dengan konversi. Translasi
hanyalah perubahan satuan unit moneter, seperti halnya sebuah neraca yang
dinyatakan dalam pound Inggris disajikan ulang kedalam nilai ekuivalen dollar
AS. Tidak ada pertukaran fisik yang terjadi, dan tidak ada transaksi terkait
yang terjadi seperti bila dilakukan konversi.
Saldo-saldo dalam mata uang asing ditranslasikan
menjadi nilai ekuivalen mata uang domestic berdasarkan kurs nilai tukar valuta
asing yaitu harga satu unit suatu mata uang yang dinyatakan dalam mata uang
lainnya. Mata uang Negara dagang utama dibeli dan dijual dalam pasar global.
Dengan dihubungkan lewat jaringan telekomunikasi yang canggih, para pelaku
pasar mencakup bank dan perantara mata uang lainnya, kalangan usaha, para
individu, dan pedagang professional. Dengan menyediakan tempat bagi para
pembali dan penjual mata uang, pasar mata uang asing memfasilitasi transfer
pembayaran internasional (contoh: dari importer kepada eksportir), memungkinkan
terjadinya pembelian atau penjualan internasional secara kredit (contoh: letter
of credit suatu bank yang memungkinkan barang dikirimkan kepada pembeli yang
belum dikenal sebelum dilakukan pembayaran), dan meyediakan alat bagi para
individu atau kalangan usaha untuk melindungi diri mereka dari resiko nilai
mata uang yang tidak stabil.
Transaksi mata uang asing terjadi pada pasar spot,
forward, atau swap. Mata uang yang dibeli atau dijual pada spot umumnya harus
dikirimkan secepatnya, yaitu dalam waktu 2 hari kerja. Kurs pasar spot
dipengaruhi oleh banyak factor, termasuk perbedaan tingkat inflasi antar
Negara, perbedaan suku bunga nasional dan ekspektasi terhadap arah nilai tukar
di masa mendatang. Transaksi pada pasar forward adalah perjanjian untuk melakukan
pertukaran suatu mata uang dengan jumlah tertentu ke dalam mata uang lain pada
suatu tanggal di masa depan. Kuotasi pada pasar forward dinyatakan dengan
diskonto atau premium dari kurs spot.
Transaksi swap melibatkan pembelian spot dan
penjualan forward atau penjualan spot atau pembelian forward, atas suatu mata
uang secara bersamaan. Investor sering memanfaatkan transaksi swap untuk
mengambil keuntungan dari tingkat suku bunga yang lebih tinggi di suatu Negara
asing, dalam kesempatan yang sama melindungi diri terhadap pergerakan yang
tidak menguntungkan dari kurs nilai tukar valuta asing.
2. Memahami istilah-istilah dalam translasi mata uang asing
Translasi adalah penjabaran mata uang asing.
Translasi merupakan pertukaran mata uang asing (diatur oleh IAD no.21)
1.
Translasi terjadi apabila perusahaan
anak cabang telah signifikan, dan ada MNC (Multy National Corporete)
2.
Translasi merubah satuan yang berbeda-beda
menjadi satuan uang.
3.
Translasi yang bermaun krus
Translasi
merupakan proses penerjemahan bahasa pemograman ( source code) menjadikan
sebuah file atau berupa tampilan lain. Proses Transalai meliputi istilah:
Compile, Interpret, dan Link. Program aplikasi computer (perangkat lunak) yang
biasa dikembangkan dapat berada dalam tiga bentuk:
1)
Source-code
2)
Intermediate-code
3) Executable-code
Ada
Dua Proses Tahap Translasi :
1.
Translasi dari source-code ke
intermediate-code
2.
Translasi dari intermediate-code ke
executable-code
Variasi
Pendekatan Translasi
Pendekatan
translasi program komputer dalam bentuk source-code ke executable-code :
1. Full-interpretation.
Translasi
dari source-code langsung ke executable-code dengan menggunakan sat tahap saja.
2. Mixed.
Translasi
dari source-code ke intermediate-code bersifat compile (dihasilkan output
file). Translasi dari intermediate-code ke executable-code bersifat interpret
(tidak dihasilkan output file).
3. Full-compilation.
Translasi
dari source-code ke intermediate-code bersifat compile (output file ada).
Translasi dari intermediate-code ke executable-code bersifat compile juga
(output file ada).Kata ‘compile’ dipakai sebagai istilah translasi yang
menghasilkan output file . Untuk selanjutnya, kata compile bermakna ‘translasi
dari source-code ke intermediate-code (yang menghasilkan output file)’.Dalam
praktek, pemakaian kata ini sangat sembarangan, bisa berarti apa.
3. Mengetahui perbedaan
keuntungan dan kerugian translasi mata uang asing
Perlakuan-perlakuan akuntansi menyebabkan
penyesuaian-penyesuaian intemasional ini sama beragamnya dengan
prosedur-prosedur translasi yang melatarbelakanginya. Karenanya, solusi-solusi
yang masuk akal atas masalah bagaimana memperlakukan “keuntungan atau kerugian”
translasi ini sangat dibutuhkan.
Pendekatan-pendekatan atas akuntansi bagi
penyesuaian translasi dimulai dari pendekatan deferral (penundaan) hingga pendekatan
yang tidak mengharuskan penundaan sama sekali, dengan perlakuan-perlakuan
hibrida diantara keduanya.
Mayor deferal.
Memasukkan penyesuaian-penyesuaian translasi dalam laba berjalan secara umum
umum ditentang dengan alasan bahwa penyesuaian-penyesuaian tersebut hanyalah
produk dari proses penyajian ulang. Yaitu, perubahan-perubahan dalam valuta
domestik ekivalen dari aktiva bersih perusahaan anak di luar negeri “belum
terealisasi”, tidak memiliki efek atas arus kas valuta lokal yang ditimbulkan
oleh entitas di luar negeri yang mungkin sedang melakukan investasi ulang atau
membayar kembali kepada perusahaan induk. Memasukkan penyesuaian-penyesuaian
semacam itu dalam laba berjalan, dengan demikian, akan menyesatkan. Dalam
situasi-situasi ini, penyesuaian translasi harus diakumulasikan secara terpisah
sebagai bagian dari ekuitas konsolidasi.
Meskipun begitu, pendekatan deferral, mungkin
ditentang dengan alasan bahwa nilai tukar tidak kembali ke keadaan semula
dengan sendirinya. Bahkan jika hal itu terjadi, penyesuaian-penyesuaiati
deferral atau transaksi akan didasari pada prediksi nilai tukar, upaya yang
paling susah dalam praktik. Situasi-situasi bisa timbul dimana hasil-hasil
operasi mengalami salah saji hanya karena kesalahan peramalan. Bagi beberapa pihak,
penundaan kerugian atau keuntungan translasi menutupi perilaku perubahan nilai
tukar; yaitu, perubahan-perubahan kurs merupakan fakta historis dan
pemakai-pemalcai laporan keuanganakan terlayani dengan baik jika dampak-dampak
fluktuasi nilai tukar dicatat ketika dampak-dampak ini muncul. Menurut FAS No.
8(paragraf 199), “Kurs selalu berfluktuasi; akuntansi seharusnya tidak memberi
kesan bahwa kurs tersebut stabil”.
Deferral dan
Amortisasi. Beberapa pengamat menyukai penundaan keuntungan
dan kerugian translasi dan mengamortisasikan penyesuaian-penyesuaian ini selama
usia item-item neraca yang bersangkutan. Apresiasi marka terhadap dolar antar
tanggal konsolidasi menghasilkan kerugian translasi. Berdasarkan asumsi bahwa
biaya dari aset termasuk pengorbanan yang diperlukan untuk mengurangi dan
menghapus kewajiban yang terkait, kerugian translasi akan diperlakukan sebagai
bagian dari biaya aset yang bersangkutan dan diamortisasikan menjadi beban
selama usia produktif aset tersebut.
No deferral.
Pilihan ketiga dalam akuntansi bagi keuntungan dan kerugian translasi adalah
dengan mengakui kerugian atau keuntungan tersebut dalam laporan laba-rugi
secepatnya. Penundaaan macam apapun dianggap semu dan menyesatkan. Selain itu,
kriteria-kriteria penundaan dianggap tidak mungkin diimplementasikan dan secara
internal tidak konsisten. Jadi, pendekatan tradisionalnya adalah mengakui
kerugian dengan segera tetapi hanya mengakui keuntungan sejauh keuntungan
tersebut telah terealisasi. Walaupun bersifat konservatif, penundaan keuntungan
translasi semata-mata dilakukan karena keuntungan “menolak” bahwa perubahan
kurs telah terjadi.
Memasukkan keuntungan dan kerugian translasi dalam
laba berjalan, sayangnya, berarti melibatkan elemen random dalam laba yang bisa
mengakibatkan gejolak laba yang signifikan setiap kali nilai tukar berubah.
Selain itu, memasukkan keuntungan dan kerugian “di atas kertas” semacam itu ke
dalam laba yang dilaporkan bisa menyesatkan pembaca laporan keuangan, karena
penyesuian-penyesuaian ini tidak selalu menyediakan informasi yang cocok dengan
dampak ekonomi yang diharapkan dari perubahan kurs atas arus kas perusahaan.
4.
Menghitung
keuntungan dan kerugian translasi mata uang asing
Ketiga nilai tukar berikut ini
digunakan ketika melakukan translasi saldo dalam mata uang asing menjadi mata
uang domestic. Pertama, kurs ini adalah kurs nilai tukar pada saat tanggal
laporan keuangan. Kedua, kurs histories adalah kurs nilai tukar pada saat suatu
aktiva dalam mata uang asing pertama kali diperoleh atau ketika suatu kewajiban
dalam mata uang asing pertama kali terjadi. Terakhir, kurs rata-rata yaitu
rata-rata sederhana atau tertimbang dari kurs nilai tukar kini atau kurs nilai
tukar histories. Pengaruh penggunaan kurs nilai tukar histories dibandingkan
dengan kurs nilai tukar kini terhadap laporan keuangan ketika digunakan sebagai
koofisien translasi mata uang asing. Kurs nilai tukar histories umumnya
mempertahankan biaya awal ekuivalen dengan suatu pos dalam mata uang asing
dalam laporan berdenominasi mata uang domestik.
1. Single Rate Method
Berdasarkan pendekatan translasi ini,
laporan keuangan operasi luar negeri, yang dianggap oleh perusahaan induk
sebagai entitas yang otonom, memiliki domisili pelaporan mereka sendiri. Ini
adalah lingkungan akuntansi lokal tempat dimana perusahaan afiliasi asing
tersebut mentraksaksikan urusan bisnisnya. Untuk mempertahankan “rasa” lokal
dari laporan valuta, suatu cara harus ditemukan agar translasi bisa
dilaksanakan dengan distorsi yang minimal. Cara yang paling baik adalah
penggunaan metode kurs berlaku.
Karena semua laporan keuangan valuta
asing sebenarnya dikalikan dengan suatu konstansta, metode translasi ini
mempertahankan hasil keuangan dan hubungan asli (misalnya. rasio-rasio
keuangan) dalam laporan konsolidasi dari entitas-entitas individual yang
dikonsolidasi. Hanya bentuk perkiraan-perkiraan luar negeri, bukan hakekatnya,
yang berubah dalam metode kurs berlaku.
Meskipun menarik dan sederhana secara
konseptual, metode kurs berlaku dipersalahkan oleh sebagian orang karena
merusak tujuan dasar dari laporan keuangan konsolidasi, yaitu karena
menyajikan, untuk keuntungan pemegang saham perusahaan induk, hasil-hasil
operasi dan posisi keuangan perusahaan induk dan perusahaan-perusahaan anaknya
dari perspektif valuta tunggal yaitu. mempertahankan valuta pelaporan
perusahaan induk sebagai unit pengukuran. Dalam metode kurs berlaku,
hasil-hasil konsolidasi akan mencerminkan perspekfif-perspektif valuta dari
masing-masing negara tempat dimana perusahaan-perusahaan anak berada. Misalnya,
jika sebuah aktiva dip=roleh sebuah perusahaan anak di luar negeri seharga VA
1,000 ketika kursnya adalah VA 1=$1, maka biaya historisnya dari perspektif
dolar adalah $1.000; dari perspektif valuta lokal juga $1,000. Jika kurs berubah
menjadi VA 5 = $1, biaya historis aset tersebut dari perspektif dolar
(translas’ biaya historis) tetap $1,000. Jika valuta lokal tetap dipertahankan
sebagai unit pengukuran, nifai aset akan diekspresikan sebesar $200 (translasi
kurs berlaku).
Metode kurs berlaku juga
dipersalahkan karena mengasumsikan bahwa semua aktiva-valuta lokal dipengaruhi
oleh risiko nilai tukar (yaitu, mengasumsikan bahwa fluktuasi valuta domestik
yang ekivalen, yang disebabkan oleh fluktuasi kurs translasi berjalan, merupakan
indikator perubahan nilai intrinsik aktiva-aktiva tersebut). Hat ini jarang
benar karena nilai persediaan dan aktiva-aktiva tetap di luar negeri umumnya
didukung oleh inflasi lokal.
2. Multiple Rate Methods
Metode-metode kurs berganda
mengkombinasikan nilai tukar berjalan dan historis dalam proses translasi. 3
metode semacam itu akan dibahas berikut ini.
Metode berlaku-historis. Berdasarkan
pendekatan berlaku-historis, yang populer di AS dan ditempat-tempat lain
sebelum tahun 1976, aktiva lancar dan kewajiban lancar sebuah perusahaan anak
di luar negeri ditranslasikan kedalam valuta pelaporan perusahaan induknya
dengan menggunakan kurs berlaku. Aktiva dan kewajiban non-lancar ditranslasikan
dengan kurs historis.
Item-item laporan laba-rugi, kecuali
beban depresiasi dan amortisasi, ditranslasikan dengan kurs rata-rata
masing-masing bulan operasi atau dengan basis rata-rata tertimbang dari seluruh
periode yang akan dilaporkan. Beban depresiasi dan amortisasi ditranslasikan
dengan memakai kurs historis yang berlaku pada saat aset yang bersangkutan
diperoleh.
Metodologi ini, sayangnya, memiliki
sejumlah kelemahan. Misalnya, metode ini kurang memilik justifikasi konseptual.
Definisi-definisi yang ada mengenai aktiva dan kewajiban lancar dan non-lancar
tidak menjelaskan mengapa cara klasifikasi seperti itu menentukan kurs mana
yang akan digunakan dalam proses translasi.
Metode moneter-nonmoneter. Seperti
halnya metode berlaku-historis, metode moniter-nonmoneter memakai pola
klasifikasi neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat.
Karena item-item moneter diselesaikan
dalam kas; pemakaian kurs berlaku untuk mentranslasikan item-item valuta asing
menghasilkan valuta domestik ekivalen yang mencerminkan nilai realisasi atau
nilai penyelesaiannya.
Metode Temporal Menurut pendekatan
temporal, translasi valuta merupakan suatu proses konversi pengukuran (yaitu,
penyajian ulang nilai tertentu). Karena itu, metode ini tidak dapat digunakan
untuk mengubah atribut suatu item yang sedang diukur; metode ini hanya dapat
mengubah unit pengukuran. Translasi saldo valuta asing, misalnya, hanya
mengubah (restate) denominasi persediaan. tidak penilaian aktualnya. Dalam GAAP
AS, aktiva kas diukur berdasarkan jumiah yang dimiliki pada tanggal neraca.
Piutang dan hutang dinyatakan dalam jumlah yang diharapkan akan diterima atau
dibayar pada saat jatuh tempo. Kewajiban dan aktiva lain diukur pada harga yang
berlaku ketika item¬item tersebut diperoleh atau terjadi (harga historis).
Meskipun begitu, beberapa diantaranya diukur berdasarkan harga yang berlaku
pada tanggal laporan keuangan (harga berjalan), seperti persediaan dibawah
aturan biaya atau pasar. Pendek kata, ada dimensi waktu yang berkaitan dengan
nilai-nilai uang ini.
Menurut Lorensen, cara terbaik untuk mempertahankan basis-basis akuntansi yang digunakan untuk mengukur item-item valuta asing adalah dengan mentranslasikan jumlah uang luar negerinya dengan kurs yang berlaku pada tanggal pengukuran uang luar negeri berlangsung. Prinsip temporal dengan demikian menyatakan bahwa uang, piutang, dan hutang yang diukur pada jumlah yang dijanjikan seharusnya ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal neraca. Aktiva dan kewajiban yang diukur pada harga uang seharusnya ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal yang berkenaan dengan harga uang tersebut.
Menurut Lorensen, cara terbaik untuk mempertahankan basis-basis akuntansi yang digunakan untuk mengukur item-item valuta asing adalah dengan mentranslasikan jumlah uang luar negerinya dengan kurs yang berlaku pada tanggal pengukuran uang luar negeri berlangsung. Prinsip temporal dengan demikian menyatakan bahwa uang, piutang, dan hutang yang diukur pada jumlah yang dijanjikan seharusnya ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal neraca. Aktiva dan kewajiban yang diukur pada harga uang seharusnya ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal yang berkenaan dengan harga uang tersebut.
5.
Memahami
pengaruh penggunaan berbagai metode translasi mata uang asing terhadap laporan
keuangan
Metode konversi mata
uang
Diseluruh dunia setidaknya dikenal 4
jenis metode konversi mata uang, yaitu :
1. Metode Current/Non current
Metode ini merupakan metode yang
paling tua di antara metode konversi mata uang. Dengan metode ini, semua asset
dan kewajiban lancer dari cabang-cabang perusahaan dikonversikan dalam mata
uang Negara asal dengan kurs saat ini, yaitu kurs pada saat neraca disusun.
Sedang asset dan kewajiban yang tidak lancar (noncurrent),seperti biaya
depresiasi, dikonversikan pada kurs histories, yaitu kurs pada saat asset
diperoleh ataupun pada saat kewajiban terjadi. Oleh karena itu, cabang
perusahaan di luar negeri yang memiliki modal kerja yang dinilai positif dalam
mata uang local akan meningkatkan resiko rugi (translation loss) akibat
devaluasi dengan metode current/non current. Sebaliknya bila modal kerja
ternyata negative dinilai dalam mata uang local berarti terdapat keuntungan
(translation gain) akibat revaluasi dengan metode tersebut.
Namun demikian, metode ini tidak
mempertimbangkan unsur ekonomis. Menggunakan kurs akhir tahun untuk
mentranslasikan aktiva lancar secara tidak langsung menunjukkan bahwa kas,
piutang, dan persediaan dalam mata uang asing sama-sama menghadapi risiko nilai
tukar. Hal ini tentu tidak tepat. Sebaliknya, translasi utang jangka panjang
berdasarkan kurs histories mengalihkan pengaruh mata uang yang berfluktuasi
kedalam tahun penyelesaian.
2. Metode Monetary/non monetary
Asset moneter (terutama kas,
surat-surat berharga, piutang, dan piutang jangka panjang) dan kewajiban
moneter (terutama utang lancar dan utang jangka panjang) dikonversi pada kurs
saat ini. Sedang pos-pos nonmoneter, seperti stock barang, asset tetap, dan
investasi jangka panjang, dikonversi pada kurs histories.
Pos-pos dalam laporan laba/rugi
dikonversi pada kurs rata-rata pada periode tersebut, kecuali untuk pos
penerimaan dan biaya yang berkaitan dengan asset dan kewajiban non moneter.
Biaya depresiasi dan biaya penjualan dikonversi pada kurs yang sama dengan pos
dalam neraca. Akibatnya, biaya penjualan bisa saja dikonversi dengan kurs yang
berlainan dengan kurs yang digunakan untuk mengkonversi penjualan. Perlu
diperhatikan bahwa metode moneter-non moneter bergantung pada klasifikasi skema
neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan
hasil yang kurang tepat. Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena
menandingkan penjualan berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya
penjualan yang diukur sebesar biaya perolehan dan kurs translasi histories.
3.
Metode temporal
Dengan
menggunakan metode temporal, translasi mata uang merupakan proses konversi
pengukuran atau penyajian ulang nilai tertentu. Metode tidak mengubah atribut
suatu pos yang diukur, malainkan hanya mengubah unit pengukuran. Translasi
saldo-saldo dalam mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang denominasi
pos-pos tersebut, tetapi bukan penilaian sesungguhnya.
Metode
ini merupakan modifikasi dari metode moneter/non moneter. Perbedaannya, dalam
metode moneter/non moneter, persediaan (inventory) selalu dikonversi dengan
kurs histories. Sedang dalam metode temporal, persediaan umumnya dikonversi
dengan kurs histories, namun bisa saja dikonversi dengan kurs saat ini apabila
persediaan tersebut dicatat dalam neraca dengan nilai pasarnya. Secara
teoritis, metode temporal lebih menekankan pada evalusai biaya (histories
ataukah pasar).
Pos-pos
dalam laporan laba/rugi umumnya dikonversi dengan kurs rata-rata pada periode
laporan. Sedang biaya penjualan, cicilan utang, dan depresiasi yang berkaitan
dengan pos-pos dalam neraca dikonversi dengan kurs histories (harga di masa
lalu).
4. Metode Current rate
Metode ini merupakan metode yang
paling mudah karena semua pos neraca dan laba/rugi dikonversi dengan kurs saat
ini. Metode ini direkomendasi oleh Ikatan Akuntan Inggris, Skotlandia, dan
Wales, serta secara luas digunakan oleh perusahaan-perusahaan Inggris. Dengan
metode ini, bila asset yang didenominasi dalam valas melebihi kewajiban dalam
valas, suatu devalusai akan menghasilkan kerugian. Variasi dari metode ini
adalah mengkonversi semua asset dan kewajiban, kecuali asset tetap bersih yang
dinyatakan dengan kurs saat ini.
6. Melakukan evaluasi dan memilih metode translasi mata uang
asing terbaik sesuai kondisi usaha dan pasar uang
Ciri utama yang istimewa dari sebuah transaksi mata
uang asing adalah penyelesainnya dipengaruhi dalam suatu mata uang asing. Jadi,
transaksi dalam mata uang asing terjadi pada saat suatu perusahaan membeli atau
menjual barang dengan pembayaran yang dilakukan dalam suatu mata uang asing
atau ketika perusahaan meminjam atau meminjamkan dalam mata uang asing.
Suatu transaksi mata uang asing dapat berdenominasi
dalam satu mata uang, tetapi diukur atau dicatat dalam mata uang yang lain.
Untuk memahami mengapa hal ini terjadi, petimbangkanlah pertama-tama istilah
mata uang fungsional. Mata uang fungsional sebuah perusahaan diartikan sebagai
mata uang lingkungan ekonomi yang utama dimana perusahaan beroperasi dan
menghasilkan arus kas. Jika suatu operasi anak perusahaan luar negeri relative
berdiri sendiri dan terintegrasi dalam Negara asing (yaitu sutau anak
perusahaan yang menghasilkan produk untuk distribusi setempat), umumnya akan
menghasilkan dan mengeluarkan uang dalam mata uang lokal (Negara-negara
domisili). Dengan demikian mata uang local (contoh euro untuk anak
perusahaandari suatu perusahaan AS yang berada di Belgia) adalah mata uang
fungsionalnya.
Untuk menggambarkan perbedaan antara suatu transaksi
yang berdenominasi dalam suatu mata uang tetapi diukur dalam mata uang lainnya,
misalkan sebuah anak perusahaan AS di Hong Kong membeli persediaan barang
dagangan dari Republik Rakyat Cina yang dibayarkan dalam renmimbi. Mata uang
fungsional anak perusahaan adalah dollar AS. Dalam kasus ini, anak perusahaan
akan mengukur transaksi mata uang asing yang berdenominasi dalam renmimbi ke
dalam dollar AS, mata uang yang digunakan dalam catatan bukunya. Dari sudut
pandang induk perusahaan, kewajiban anak perusahaan berdenominasi dalam renmimbi,
tetapi diukur dalam dollar AS, mata uang fungsionalnya, untuk keperluan
konsolidasi.
7. Memahami hubungan antara translasi mata uang asing dengan
inflasi
Penggunaan kurs
kini untuk mentranslasikan biaya perolehan aktiva non-moneter yang berlokasi di
lingkungan berinflasi pada akhirnya akan menimbulkan nilai ekuivalen dalam mata
uang domestik yang jauh lebih rendah dari pada dasar pengukuran awalnya. Pada
saat yang bersamaan, laba yang ditranslasikan akan jauh lebih besar sehubungan
dengan beban depresisasi yang juga lebih rendah. Hasil translasi seperti itu
dengan mudah dapat lebih menyesatkan pembaca ketika memberikan informasi kepada
pembaca. Penilaian dolar yang lebih rendah biasanya merendahkan kekuatan laba
akutal dari aktiva luar negeri yang didukung oleh inflasi lokal dan rasio
pengembalian atas investasi yang terpengaruh inflasi di suatu operasi luar
negeri dapat menciptakan harapan yang palsu atas keuntungan masa depan.
FASB menolak
penyesuaian inflasi sebelum proses translasi, karena penyesuaian tersebut tidak
konsisten dengan kerangka dasar penilaian biaya historis yang digunakan dalam
laporan keuangan dasar di AS. Sebagai solusi FAS No 52 mewajibkan penggunaan
dolar AS sebagai mata uang fungsional untuk operasi luar negeri yang
berdomisili dilingkungan dengan hiperinflasi. Prosedur ini akan mempertahankan
nilai konstan ekuivalen dolar aktiva dalam mata uang asing, karena aktiva
tersebut akan ditranslasikan menurut kurs historis. Pembebanan kerugian
translasi atas aktiva tetap dalam mata uang asing terhadap ekuitas pemegang
saham akan menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap rasio keuangan.
Masalah translasi mata uang asing tidak dapat dipisahkan dari masalah akuntansi
untuk inflasi asing.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar