SEMINAR PASAR MODAL
Pada hari Senin, tepatnya tanggal 20 Desember 2010 diadakan Acara Seminar Pasar Modal di Kampus J Universitas Gunadarma. Acara seminar tersebut berlangsung 2 sesi. Sesi pertama dimulai dari pukul 09.00 - 12.00 WIB, sedangkan sesi kedua dimulai dari pukul 13.00 - 16.00 WIB. Seminar tersebut diadakan di Ruang Cinema Lantai 6. Ada 3 pembicara yang hadir dalam seminar ini. Seminar Pasar Modal ini dihadiri kurang lebih oleh 200 mahasiswa/mahasiswi, baik dari Universitas Gunadarma maupun dari luar atau Universitas lainnya. Tema dari seminar ini yaitu Pasar Modal.
Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif investasi bagi para investor selain alternatif investasi lainnya seperti: menabung di Bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti Obligasi, Saham dan lainnya.
Selain itu, adapula Peran dan Manfaat Pasar Modal yaitu:
- Pasar Modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien
- Pasar Modal sebagai alternatif investasi
- Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik
- Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transparan
- Peningkatan aktivitas ekonomi nasional
v ARTIKEL 2
POLUSI
Saat ini polusi sudah merajalela dimana-mana. Sangat terlihat jelas di perkotaan, polusi ada dimana-mana. Polusi tidak hanya bersumber dari knalpot kendaraan bermotor saja, akan tetapi juga dari gas pembuangan pabrik, asap pembakaran sampah, gas dari pabrik-pabrik industri dan pembuangan limbah ke sungai. Semakin hari semakin banyak saja polusi yang ada, karena semakin banyaknya pula kendaraan bermotor yang ada. Dengan berkembangnya zaman, semakin berkembang pula teknologi yang menyebabkan semakin banyaknya masyarakat mempunyai kendaraan.
Adapun dampak-dampak yang ditimbulkan dari adanya polusi, yaitu dampak terhadap kesehatan maupun dampak terhadap tanaman. Polusi akan menyebabkan dampak yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia terutama dalam hal pernapasan. Apabila kita menghirup polusi yang ada, itu akan sangat mengganggu pernapasan kita. Sebagai contoh yang nyata, apabila kita sedang berada dalam perjalanan yang macet. Pastinya kita tidak akan sengaja akan menghirup asap-asap kendaraan bermotor yang ada.
Untuk itu, kita perlu mengurangi polusi-polusi yang ada saat ini akibat ulah manusia yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Dengan cara melakukan penanaman pohon-pohon serta tanaman, tidak membakar sampah-sampah, membuang sampah umum dan pabrik ke tempatnya dan sebagainya. Selain itu, Pemerintah juga harus mencari cara agar polusi yang ada harus berkurang agar tidak merusak pernapasan manusia serta tanaman-tanaman yang ada.
v ARTIKEL 3
Puisi Chairil Anwar
DOA
kepada pemeluk teguh
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
v ARTIKEL 4
Permasalahan Sampah
Pernah dengar ribut-ribut soal sampah di TPA Bantar Gebang? Masyarakat sekitar Bantargebang meras dirugukan dengan adanya TPA tersebut sebab dengan adanya tumpukan sampah yang begitu banyak sangat menggangu kehidupan. Air menjadi bau dan udara juga menjadi bau. Itulah salah satu dari banyak masalah yang dapat ditimbulkan sampah.
Sampah adalah sisa-sisa benda atau barang yang telah digunakan manusia. Sampah itu bisa dibagi menjadi dua bentuk. Yang pertama anorganik dan organik. Sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari benda-benda yang tidak dapat diuraikan. Contohnya adalah plastik, kaleng, dan lain-lain. Sedangkan sampah organik adalah sampah yang terbentuk dari zat-zat organik dan dapat diuraikan. Contoh sampah ini adalah daun rontok, kertas, dll.
Mungkin maslah sampah ini termasuk sepele. Tetapi, jika kita sadari bahwa setiap orang mengeluarkan sampah dan akhirnya sampah akan menggunung banyaknya. Kita suka melihat tumpukn-tumpukan sampah di pinggir jalan yang berbau busuk. Bau busuk tersebut dihasilkan dari pembusukan sampah organik. Untuk menanggulangi masalah sampah yang semakin banyak, orang-orang mulai memikirkan banyak cara. Mulai dari memisahkan sampah organik dan anorganik sampai mendaur ulang sampah.
Kadang-kadang kita tidak tahu apa sih gunanya memisahkan sampah yang organik dengan yang anorganik? Tujuannnya adalah memudahkan untuk pengolshsn sampah lebih lanjut. Sampah anorganik tidak dapat membusuk dan hilang dari bumi dengan cepat tidak seperti sampah organik. Maka pengolahan berikutnya adalah dengan mendaur ulangnya menjadi barantg-barang lain. Pengolahan sampah organik lain lagi. Karena dapat membusuk, sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.
Untuk mendaur ulang sampah anorganik, kita bisa membuat sendiri di rumah atau untuk yang lebih profesional lagi dapat digunakan peralatan canggih di pabrik-pabrik besar. Sampah yang bisa didaur ulang sendiri adalah misalnya botol plastik. Botol plastik dapat diubah bentuknya menjadi kerajinan tangan dan dapat dijual. Pastinya ini akan menambah penghasilan. Untuk pengelolaan yang lebih profesional, biasanya adalah sampah-sampah logam yang berbentuk kaleng atau besi. Kaleng atau besi ini dilebur untuk kemudian dibentuk menjadi berang lain. Ini sangat menghemat penggunaan logam karena tidak perlu menambang logam yang baru.
v ARTIKEL 5
Puisi Kahlil Gibran
KEHIDUPAN
Engkau dibisiki bahwa hidup adalah kegelapan
Dan dengan penuh ketakutan
Engkau sebarkan apa yang telah dituturkan padamu
penuh kebimbangan
Dan dengan penuh ketakutan
Engkau sebarkan apa yang telah dituturkan padamu
penuh kebimbangan
Kuwartakan padamu bahawa hidup
adalah kegelapan
jika tidak diselimuti oleh kehendak
Dan segala kehendak akan buta bila tidak diselimuti pengetahuan
Dan segala macam pengetahuan akan kosong
bila tidak diiringi kerja
Dan segala kerja hanyalah kehampaan
kecuali disertai cinta
adalah kegelapan
jika tidak diselimuti oleh kehendak
Dan segala kehendak akan buta bila tidak diselimuti pengetahuan
Dan segala macam pengetahuan akan kosong
bila tidak diiringi kerja
Dan segala kerja hanyalah kehampaan
kecuali disertai cinta
Maka bila engkau bekerja dengan cinta
Engkau sesungguhnya tengah
menambatkan dirimu
Dengan wujudnya kamu, wujud manusia lain
Dan wujud Tuhan
Engkau sesungguhnya tengah
menambatkan dirimu
Dengan wujudnya kamu, wujud manusia lain
Dan wujud Tuhan
v ARTIKEL 6
POLUSI DAN LIMBAH
Pernah dengar dua kata di atas. Pasti pernahkan? Ya kedua kata di atas merupakan kata-kata yang menggambarkan perusakan lingkungan. Polusi adalah pencemaran. Biasanya kita mengasosiasikan polusi ini dengan polusi udara, padahal yang namanya polusi itu segala sesuatu pencemaran mulai dari air, udara, sampai polusi tanah. Semuanya tentunya sangat berbahaya bagi lingkungan dan merugikan kehidupan manusia.
Pabrik adalah salah satu penyebab polusi udara
Polusi udara rata-rata dihasilkan dari gas buang kendaraan bermotor atau asap-asap pabrik. Dengan adanya asap-asap itu, udara menjadi kotor dan kita yang menghirupnya juga akan merasa sesak. Bahkan jika kita mencemarkan udara dengan za-zat tertentu, udara bisa menjadi beracun lho. Kita lihat pada saat bom Hiroshima dan Nagasaki. Bebarapa saat setelah bom atom tersebut meledak, pasti kita tahu kan ada awan jamur besar yang membumbung tinggi ke angkasa. Nah awan jamur tersebut membawa partikel-partikel debu radioaktif yang sangat berbahaya. Beberapa hari kemudian setelah awan jamur itu hilang, turun hujan yang berwarna hitam dan airnya kental. Air itu sangat beracun lho. Tetapi warga Hiroshima dan Nagasaki terpaksa meminumnya dan dapat ditebak mereka mengalami keracunan.
Itulah bahaya dari polusi yang tidak kita sadari. Sementara itu, kita tetap saja mengeluarkan limbah-limbah yang dapat menyebabkanpolusi. Jadi dapat dikatakan jika kita terus mengeluarkan limbah, maka polusi tidak akan terhindarkan. Untuk itu kita harus pintar-pintar mengolah limbah yang ada dan berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan SDA yang telah terkena polusi. Sebenarnya banyak cara untuk membersihkan SDA yang terkena polusi.
Untuk memulihkan tanah yang sudah tercemar, kita dapat melakukan konservasi tanah. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan penghijauan. Tumbuhan dapat membantu menyuburkan tanah dan dapat menyerap beberapa zat-zat kimia dari dalam tanah. Untuk air, kita dapat melakukan penyaringan air dengan teknologi canggih atau teknologi sederhana. Untuk teknologi canggih, sepertinya bagi kita masyarakat biasa sulit melakukannya karena mahal. Jadi sebaiknya kita melakukan penyaringan air dengan teknologi sederhana. Caranya adalah dengan menumpuk lapisan-lapisan pasir, batu kerikil, dan tanah di sebuah drum. Lalu air yang kotor dimasukkan dan jika air telah mengalir dibagian bawah drum, air akan menjadi bersih. Lapisan-lapisan tadi telah menyaring kotoran-kotoran pada air sehingga air bisa bersih kembali.
Untuk itu kita semua harus ikut serta dalam perjuangan melawan limbah dan polusi untuk kehidupan yang lebih baik. Kita harus menemukan teknologi-teknologi lain yang dapat digunakan untuk mengurangi polusi di lingkungan kita.
v ARTIKEL 7
CERPEN
Pesan Pendek dari Sahabat Lama
Aku telah kehilangan dia mungkin sekitar 30 tahun, sejak kerusuhan di Ibu Kota itu meletus dan nyawa-nyawa membubung bagai gelembung- gelembung busa sabun: pecah di udara, lalu tiada.Waktu itu, di tengah kepungan panser yang siap menggilas siapa saja, doaku sangat sederhana: semoga Tuhan belum berkenan memanggilnya. Dia terlalu muda dan berharga untuk binasa, apalagi dengan cara yang mengenaskan. Aku ingin melanjutkan doa yang terlalu singkat itu, namun mendadak senapan-senapan menyalak dan tubuh-tubuh tumbang, menambah jumlah mayat yang terserak-serak.
Jalanan aspal makin menghitam disiram darah. Amis. Aku pun berharap segera turun hujan atau setidaknya gerimis agar jalanan itu sedikit terbasuh dan suasana rusuh itu sedikit luruh.
Ketika kerumunan massa bergerak dan merangsek istana, aku masih melihat dia berdiri di atas tembok, mengibas-ngibaskan bendera sambil berteriak-teriak. Kerumunan orang-orang pun makin merangsek: mencoba menumbangkan pagar besi istana. Entah berapa batalyon menghadangnya. Terjadi aksi saling dorong. Lalu, suara senapan menyalak. Lalu tubuh-tubuh tumbang. Aku pun mencoba mendongakkan kepala di tengah tubuh-tubuh yang rubuh menimbun tubuhku. Aku ingin melihatnya kembali, apakah dia masih berdiri di atas tembok. Namun, dia telah tiada. Perasaanku gusar. Hatiku gemetar. Dan, sesudah kerusuhan itu reda, beredar kabar lebih seratus demonstran tewas. Tidak sampai seminggu, gerakan massa itu berhasil memaksa Presiden Clawuz turun dan rakyat pun bisa bernapas kembali.
Siang itu, setelah rapat di kantor, sekretarisku memberi tahu ada seorang laki-laki yang mencariku. Katanya, laki-laki itu sekarang tertahan di pos keamanan. Aku menyuruh ajudanku untuk melihatnya. Tiga menit kemudian, ajudanku menghadapku dan bilang, laki-laki itu mengaku bernama Gardaz dan mengaku kawan lamaku. Dengan perasaan bahagia, kusuruh ajudanku menjemputnya.
Aku terperanjat. Ya, tamu itu benar-benar Gardaz, kawan lama yang terakhir kulihat di kerusuhan Ibu Kota, 30 tahun lalu. Aku mencoba memeluknya, tapi ia mencegah dengan senyumnya yang kurasakan sangat getir. Ia mundur dua langkah dan memberi isyarat agar aku tidak menyentuhnya. Aku diam mematung, tertegun. Kutatap dia lekat-lekat. Aku masih melihat sorot matanya yang tajam; bola matanya yang dilingkari api. Namun, keindahan dan ketajaman mata itu sangat tidak sebanding dengan tubuhnya yang kurus, hitam, atau dengan wajahnya yang makin tirus dengan tonjolan tulang pipi. Juga, kaus dan celananya yang lusuh. Kuku-kuku jari tangannya panjang dan hitam. Rambut panjangnya hampir seluruhnya memutih. Hatiku terasa menggigil. Perasaanku teraduk-aduk. Aku ingin kembali memeluk. Tapi, ia menolak dengan senyumnya yang lagi-lagi getir.
Aku meminta ajudanku meninggalkan kami. Aku mengajak dia masuk ruang tamu. Namun, ia kembali tersenyum, pahit. Ia memintaku untuk tidak repot. Katanya, pertemuan ini sudah sangat membahagiakan dirinya.
Membahagiakan? Aku membatin. Aku justru menjadi kurang berbahagia karena ia menolak kupeluk, menolak kupersilakan masuk. Padahal, aku sangat ingin merasakan kehangatan persahabatan yang telah 30 tahun terputus. Aku juga ingin tahu keadaan dirinya, ke mana saja dia dan apa pekerjaannya sekarang.
Aku lebih dari sekadar kagum pada dia. Ya, Gardaz, mahasiswa paling cerdas dan paling berani berdemonstrasi melawan tirani. Aku mengenalnya lingkaran diskusi kampus: aku kuliah di fakultas ilmu sosial politik, dia kuliah di filsafat. Diskusi kami selalu mendidih, mencoba menyingkirkan banyak sepatu lars yang berderap-derap di kepala dan rongga dada. Namun, mengenyahkan sepatu lars itu tidak gampang; berulang kali beberapa teman kami digelandang dijebloskan ke sel tahanan. Tentu termasuk Gardaz.
Sebenarnya Gardaz tidak perlu ditangkap dan ditahan petugas waktu itu karena hari itu ia tengah sakit dan tidak terlibat diskusi. Namun, ketika ia mendengar kabar bahwa aku ditangkap dan ditahan, ia mendatangi komandan daerah militer di kota Margaz. Dia minta aku dibebaskan, dengan jaminan dirinya. Ia mengaku sebagai penanggung jawab diskusi.
Pengorbanan Gardaz sangat sulit kulupakan. Sampai sekarang. Juga pengorbanan lainnya: ketika aku sakit ia merelakan uang kuliahnya untuk menebusku dari rumah sakit, ketika aku terlambat menerima kiriman uang dari desa, dia menanggung hidupku untuk beberapa minggu dan jasa baik lainnya. Ia selalu meminta aku untuk melupakan jasa baiknya, setiap aku ingin membalasnya atau menyahur utang-utangku.
Semula aku menyangka orang tua Gardaz kaya. Namun, ternyata ia anak orang biasa seperti aku: anak petani. Dari mana dia mendapat uang? Ternyata dia bekerja sambil kuliah. Dia bekerja di pabrik kecap pada malam hari.
Diam-diam di pabrik kecap itu dia membentuk organisasi pekerja dan sering melakukan banyak kegiatan. Para pekerja itu dididiknya untuk memiliki kesadaran hak. Gerakan ini dicium pemilik pabrik. Akhirnya, bersama beberapa temannya dia dipecat.
”Sejak kerusuhan itu meletus, kamu ke mana?” tanyaku.
Gardaz tersenyum, pahit. ”Aku pulang ke desa. Tapi ternyata aku tidak berbakat jadi petani….”
”Sekarang?”
”Ya, tetap konsisten jadi … gelandangan.”
Kami tertawa. Terlihat gigi-gigi yang hitam dibakar asap rokok.
”Aku senang kamu menjadi gubernur di Margaz, kota yang sangat kita cintai. Tidak sia-sia kamu jadi kader partai…,” ujarnya.
Aku kurang senang dengan ucapannya itu. Teman-temanku yang lain sering mengejekku dengan menyebutku ”Baginda Gubernur”. Mereka menganggapku sebagai pejuang yang menyerah kepada kekuasaan yang dulu sama-sama kami lawan. Tapi, aku tidak merasa bersalah dengan pilihanku. Melihat aku terdiam, Gardaz kembali bicara.
”Swear, aku senang kamu bisa jadi Gubernur, jabatan yang sangat terhormat.”
Semoga dia tulus, aku membatin. ”Terima kasih. Eee… maaf mungkin aku bisa membantumu, Bung…?”
”Thanks. Aku tidak membutuhkan pertolongan atau pekerjaan. Aku hanya membutuhkan hatimu…. Hatimu,” ujarnya lirih, tapi kurasakan sangat perih.
Aku menatapnya. Aku ingin mengucapkan banyak kalimat, tapi lidahku terasa tercekat.
”Kamu tahu yang kuinginkan? Okay, selamat siang.”
Dia melangkah pelan, keluar ruangan. Tubuhku terasa aneh, sulit kugerakkan untuk mencegahnya.
Apa yang salah dengan hatiku? Pikirku.
Kehadiran Gardaz dengan cepat menguap dari kepalaku, ketika banyak urusan dinas mengepungku dan menekanku. Aku tersekap dalam urusan pembangunan mal, apartemen-apartemen mewah, jembatan, rumah sakit kelas internasional, dan proyek lainnya. Aku tersekap dalam angka-angka yang berderet-deret sepanjang bentangan keinginan. Aku terkapar di dalamnya.
Aku terbangun dari timbunan angka-angka. Kuedarkan pandangan mataku. Aku sedikit kaget melihat ruangan serba putih, melihat selang-selang infus, melihat orang-orang berpakaian serba putih.
Anak dan istriku memelukku. Mereka kularang untuk menangis. Istriku bilang, aku terkena serangan jantung koroner, namun tidak terlalu serius dan sudah teratasi. Dokter pun telah mengizinkan aku pulang.
Istriku mencegahku. Dia memintaku untuk bertahan di rumah sakit sehari atau dua hari lagi. Atau kami tinggal di hotel beberapa hari.
”Kenapa?”
Istriku tersenyum, ”Ya, agar papa makin sehat saja atau bisa lebih tenang….”
Akhirnya kami tidur di hotel paling mewah di kota Margaz. Orang-orang kantor mengunjungiku untuk meminta tanda tangan atau membicarakan urusan lainnya. Ketika kurasakan keadaanku membaik, aku minta segera pulang ke rumah. Aku sudah sangat rindu mencium bau bantal atau memakai sandal rumah yang nyaman. Tapi, istriku mencegahku. Aku memaksa, tapi ia tetap memintaku tinggal di hotel.
”Sudah seminggu ini rumah kita didatangi orang-orang tak dikenal. Pakaian mereka lusuh. Ucapan-ucapan mereka sangat kasar. Katanya, mereka korban penggusuran pembangunan mal di daerah Kraz,” ujar istriku sambil menggenggam tanganku.
Mendadak handphone mengisyaratkan ada pesan pendek yang masuk. Langsung kubuka. ”Aku hanya butuh hatimu, kawan.” Begitu pesannya.
Napas dalam-dalam kuhela. Jelas itu pesan pendek dari Gradaz. Tapi dari mana Gardaz tahu tahu nomor handphone-ku?
”Benar. Aku Gardaz. Aku tahu nomor HP-mu dari seorang perempuan, katanya sih pacarmu….”
Gila. Pacarku yang mana? Gristha? Gretha? Sylha? Deerva? Atau Dumma?
Muncul lagi kiriman pesan: ”Salah satu dari mereka”.
Bagaimana Gardaz bisa mengenalnya?
”Gadis itu kukenal saat aku mengunjungi ibunya yang rumahnya kamu gusur untuk mal, Bung”.
Huruf-huruf di dada handphone itu terasa berdesak-desak di benak. Kepalaku terasa berputar-putar.
”Are you okay, Pa?” istriku menyeka keringat di keningku.
Aku mengangguk. Beberapa menit kemudian datang pesan pendek dari Gardaz.
”Aku hanya butuh hatimu. Aku percaya, kamu tetap orang baik….”
Kalimat itu terasa meremas jantungku. Aku ingin menjawabnya: diriku sangat tidak layak menjadi teman Gardaz yang mampu bertahan untuk tetap bersih berkilau seperti orang- orang suci atau nabi.
”Kamu ingat diskusi kita tiga puluh tahun lalu, tentang kelas menengah yang selalu berkhianat, kawan?”
Jantungku berdebar membaca pesan itu. Tanganku gemetar. Kepalaku terasa berputar-putar. Tubuhku seperti melayang dan akhirnya tumbang. Istriku menjerit. Dokter datang. Tabung oksigen disalurkan di hidungku.
Tubuhku sangat lemas, namun sesak dadaku sudah sangat berkurang. Kepalaku juga semakin ringan. Namun, bayangan wajah Gardaz bersama para korban penggusuran itu terus memenuhi benakku. Mereka berjalan berderap-derap, dengan sorot mata nanar, dengan gigi-gigi gemeretak ingin mengerkah kepalaku.
Aku berhasil mengempaskan mereka. Tubuh-tubuh mereka seperti terurai, namun dalam beberapa detik menyatu, mengkristal dan menggumpal kembali. Tatapan mata mereka nanar.
”Aku hanya butuh hatimu, kawan.” Huruf-huruf pesan pendek itu timbul-tenggelam di kepala. Dan dari kejauhan, kulihat Gardaz tersenyum. Pahit. Aku mencoba mengejar dan memeluknya, namun dia terus memelesat di antara gumpalan awan menuju cakrawala. Langkahku sangat lamban serupa reptil melata. Dia semakin jauh, semakin jauh. Tak terkejar.
Aku merasa kehilangan seorang kawan, sahabat yang sangat kukagumi. Namun, aku tak pernah berharap dia kembali lagi. Aku tak mungkin bisa berkawan dengan orang suci atau manusia yang sangat berbakat jadi nabi.
Yogyakarta 2009